Jumat, 19 April 2013

KERAJAAN DI JAWA



KERAJAAN DI JAWA
MAKALAH
Disusun guna memenuhi tugas kelompok
Mata Kuliah : Islam dan Budaya Jawa
Dosen Pengampu : M. Rikza Chamami, M.S.I
Kelas : PAI 2D

Disusun oleh :
Nurul Hikmah Sofyan (123111128)
Siti Eli Arifah (123111143)
Ulfatul Qoyimah  (123111154)

FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2013


I.                   PENDAHULUAN
Dalam peta sejarah penyebaran Islam, kehadiran dan pertumbuhan Islam di wilayah Nusantara merupakan pengecualian, karena tidak sepenuhnya melalui jalan peperangan dan penaklukan militer.Ini berbeda sekali dari sejarah penyebaran Islam di sekitar Timur Tengah dan Eropa, yang sampai sekarang menyisakan kenangan pahit akibat terjadinya pertumpahan darah.[1]
Sedangkan masuknya Islam di Jawa erat kaitannya dengan kerajaan-kerajaan sebelumnya yaitu Hindu Budha. Ada dua hal yang perlu dicatat sehubungan dengan adanya islamisasi di Jawa. Pertama, agama Hindu, Budha, dan kepercayaan lama telah berkembang terlebih dahulu jika dibandingkan dengan agama Islam. Agama  Hindu dan Budha dipeluk oleh elit kerajaan, sedangkan kepercayaan asli yang bertumpu pada animisme dipeluk oleh kalangan awam. Walaupun kegiatannya berbeda, tetapi semuanya bertumpu pada satu titik, yaitu syarat akan nuansa mistik. Kedua, berita masuknya Islam di Jawa sampai sekarang masih diperdebatkan, tetapi islamisasi besar-besaran baru terjadi pada abad ke-15 dan ke-16 dengan ditandai jatuhnya Kerajaan Majapahit yang merupakan kerajaan Hindu Jawa.[2]
Warna-warni Islam di segala aspek kehidupan sosial, budaya, dan politik begitu kompleks mengiringi perjalanannya di tengah peradaban manusia. Corak kedaerahanpun pasti ada tanpa mengurangi karakter dasar yang menjadi pembeda antara yang Islam dan non-Islam.

II.                RUMUSAN MASALAH
A.    Apa saja kerajaan Hindu-Budha di Jawa?
B.     Apa saja kerajaan Islam di Jawa?
C.     Bagaimana perkembangan Islam Indonesia di era modern?



III.             PEMBAHASAN
A.    Kerajaan Hindu-Budha di Jawa
1.      Kerajaan Kalingga (Holing)
Kerajaan bercorak Budha Hinayana / Budha Teravada ini berada di Kota Jepara, Jawa Tengah. Kerajaan tersebut didirikan pada tahun 640 M, dengan ratu yang sangat terkenal yaitu Ratu Sima.
Adanya kerajaan ini dibuktikan dari beberapa sumber yang berasal dari dalam dan luar negeri, diantaranya:
                                                             a.      Dari luar negeri
Dari China, pada zaman Dinasti Tang, terdapat 8 catatan yang ditulis oleh I-Tsing (618 M – 906 M)
                                                            b.      Dari dalam negeri
Prasasti Tugu Mas
Prasasti Bakawu – lereng Gunung Merbabu (Jawa Tengah)
Sedangkan keberagamaan rakyat setempat yang memeluk agama Budha Hinayana / Budha Teravada (dibuktikan oleh Huining dibantu Yunki dan Jnanabadra sebagai guru mereka, mereka menerjemakan Kitab Budha yang diterjemahkan adalah bagian terakhir Kitab Budha “Vari Hirvana” tentang cara pengawetan mayat Sang Budha (pembakaran mayat).
Ratu Sima merupakan ratu yang sangat bijaksana dan dipatuhi oleh seluruh rakyatnya. Kehidupan kerajaan tersebut menjadi adhem ayem. Sumber perekonomian masyarakat umumnya dengan berdagang, bercocok tanam serta adapula yang menjadi pengrajin.

2.       Kerajaan Mataram Kuno
Kerajaan yang didirikan pada abad ke-7 berkisar tahun 732 M, mula-mula diperintah oleh Raja Sanna namun raja terkenal yang bernama Sanjaya. Berdasarkan letak prasasti yang ditemukan, lokasinya berada di  pinggir Sungai Progo dan Sungai Bengawan Solo, Jawa Tengah ( Bumi Mataram ).
Kerajaan Mataram Kuno terdiri dari dua wangsa, yaitu Wangsa Sailendra (beragama Buddha Mahayana) dan Wangsa Sanjaya (beragama Hindu Siwa). Perebutan kekuasaan Mataram Kuno berakhir dengan adanya perkawinan antara Pikatan (Wangsa Sanjaya) dengan Pramodhawardhani kakak dari Balaputra Dewa (Wangsa Sailendra), sejak itu timbullah perdamaian dengan sikap toleransi antar umat beragama dan antar dinasti di bumi Mataram.  Mataram diperintah oleh Balitung (898—910) yang bergelar Sri Maharaja Rakai Watukura Dyah Balitung. Balitung adalah raja terbesar Mataram. Wilayah kekuasaannya meliputi Jawa Tengah dan Jawa Timur. Pada masanyalah dibuat prasasti yang berisi nama-nama raja sebelumnya sampai dirinya. Setelah Balitung, berturut-turut memerintah Daksa ( 910—919), Tulodong (919 —924), dan Wawa (824 —929). Mataram kemudian diperintah oleh Sindhok (929 — 949) keponakan Wawa dari keluarga Ishana karena Wawa tidak mempunyai anak. Dengan demikian, berakhirlah kekuasaan Dinasti Sanjaya. Sindhok kemudian memindahkan ibu kota kerajaan ke Jawa Timur karena beberapa alasan, yaitu sering meletusnya Gunung Merapi, dan Mataram sering diserang oleh Sriwijaya. Kerajaan Mataram di Jawa Timur ini sering disebut Kerajaan Medang. Mpu Sindhok merupakan penguasa baru di Jawa Timur dan mendirikan wangsa Icyana. Keturunan Mpu Sindok sampai Airlangga tertulis di Prasasti Calcuta (1042) yang dikeluarkan oleh Airlangga. Setelah Sindhok, Raja Dharmawangsa (991—1016) bermaksud menyerang Sriwijaya, tapi belum berhasil. Pemerintahannya diakhiri dengan peristiwa pralaya, yaitu penyerangan Raja Wora Wari.
Pengganti Dharmawangsa adalah Airlangga, menantunya, yang berhasil lolos dari peristiwa pralaya. Airlangga berhasil membangun kembali Kerajaan Medang di Jawa Timur. Airlangga terkenal sebagai raja yang bijaksana, digambarkan sebagai Dewa Wisnu. Pada akhir pemerintahannya Airlangga membagi kerajaannya menjadi Jenggala (Singosari) dan Panjalu (Kediri). Namun, kerajaan yang bertahan adalah Kerajaan Kediri. Airlangga wafat pada tahun 1049. Dengan demikian, berakhirlah Kerajaan Mataram Kuno. Kerajaan Mataram Kuno ini ditandai dengan beberapa sumber sejarah, diantaranya :
a.    Prasasti dari Dinasti Sailendra
                                                                    1.            Prasasti Soedjomerto (tentang Dapunta Sailendra adalah penganut agama Siwa), abad ke – 7 M.
                                                                    2.            Prasasti Kalasan (tentang pendirian Candi Kalasan oleh Raja Panangkaran) , tahun 778 M.
                                                                    3.            Prasasti Klurak ( bercerita tentang pembuatan arca Manjusri), tahun 782 M.
                                                                    4.             Prasasti Ratu Boko (bercerita tentang kekalahan Raja Balaputra Dewa dalam perang saudara), tahun 865 M.
                                                                    5.            Kitab Raja Parahiyangan. Dalam kitab ini menceritakan bahwa kekuasaan di Jawa Tengah, pusat pemerintahan Wangsa Sanjaya pada abad ke 10 pindah ke Jawa Timur dari Jawa Tengah akibat meletusnya Gunung Merapi .
b.    Prasati  dari Dinasti Sanjaya
1. Prasasti Canggal (732 M / 654 saka) di kaki Gunung Wukir, Magelang.
2.  Prasasti Balitung / Prasasti Kedu, prasasti ini menyebutkan kalau Sanjaya adalah raja pertama (Wangsakarta), berkedudukan ibukota di Mdang ri Poh Pitu, dan menyebutkan raja – raja yang pernah berkuasa.
Disamping prasasti, informasi tentang Mataram juga diperoleh dari candi-candi, kitab cerita Parahyangan (Sejarah Pasundan), dan Berita Cina.
Sektor perekonomian masyarakat setempat bertumpu pada pertanian, namun adapula yang berdagang, ataupun menjadi pengrajin. Di masa pemerintahan Balitung aktivitas perhubungan dan perdagangan dikembangkan lewatan sungai Bengawan Solo. Dengan sikap toleransi masyarakat hidup dengan tentram meski ada perbedaan keyakinan. Hasil budaya dari kerajaan ini dapat diketahui dengan adanya cerita Ramayana dan Mahabarata yang ditulis dengan Huruf Jawa kuno.

3.      Kerajaan Singosari dan Kediri
Setelah Airlangga membagi kerajaannya menjadi dua, sejarah selanjutnya dari kerajaan-kerajaan ditandai oleh perebutan kekuasaan. Pada waktu terjadi pembagian Kerajaan Airlangga, Samarawijaya sebagai Raja Panjalu dengan ibu kota Daha dan Panji Garasakan sebagai raja Jenggala dengan ibu kota Kahuripan. Terjadi perang saudara diantara keduanya (1044-1052). Kemenangan Kediri atas Jenggala membuat Kediri menjadi satu-satunya kerajaan di Jawa Timur dengan kekuasaan meliputi hampir seluruh Indonesia timur. Semua itu terjadi pada masa pemerintahan Raja Jayeswara.
Raja Kediri yang terkenal ialah Jayabaya (1130-1160) yang terkenal dengan Ramalan Jayabaya. Raja terakhir Kediri ialah Kertajaya. Pada masa pemerintahannya, Kertajaya ingin dihormati dan disembah seperti dewa. Hal ini membuat para Brahmana tidak senang dan mereka minta perlindungan kepada Ken Angrok (sering disebut Arok) dari Tumapel. Ken Arok akhirnya dapat mengalahkan Kertajaya pada tahun 1222. Dengan demikian, berakhirlah Kerajaan Kediri. Ken Arok kemudian mendirikan Kerajaan Singosari. Perebutan kekuasaan menjadi ciri khas kerajaan yang didirikan oleh Ken Arok (1222-1227). Keberadaan Kerajaan Singosari diketahui dari Kitab Pararaton dan Kitab Negarakertagama yang ditulis oleh Prapanca. Sejarah Singosari dimulai dengan tindakan Ken Arok membunuh Tunggul Ametung, akuwu di Tumapel. Ken Arok yang beristrikan Ken Umang kemudian menikahi istri Tunggul Ametung, Ken Dedes. Ken Dedes diramalkan akan menurunkan raja-raja besar. Ken Arok kemudian dibunuh oleh Anusapati (anak tirinya). Anusapati memerintah selama 21 tahun, 1227-1248. Kemudian, Tohjaya, anak Ken Arok dan Ken Umang, membunuh Anusapati pada tahun 1248. Wisnuwardhana, anak dari Anusapati, membunuh Tohjaya dan memerintah sampai tahun 1268. Wisnuwardhana kemudian digantikan oleh Kertanegara.
Kertanegara adalah raja Singosari yang sangat terkenal. Dia memerintah sampai tahun 1292. Kertanegara bercita-cita menyatukan Nusantara di bawah Singosari. Pada masa Kertanegara, datang seorang utusan dari Negeri Cina, yaitu Kubilai Khan. Raja Kertanegara juga mengadakan ekspedisi Pamalayu tahun 1275, menguasai Kerajaan Melayu dengan tujuan menghadang serangan tentara Cina agar peperangan tidak terjadi di wilayah Kerajaan Singosari. Dia banyak mengirimkan armadanya ke luar Singosari. Namun, hal itulah yang kemudian menyebabkan kejatuhannya. Ketika sebagian besar armadanya keluar Singosari, dia diserang oleh Jayakatwang dari Kediri. Kertanegara tewas, tetapi menantunya, Raden Wijaya lolos karena sedang tidak berada di istana. Raden Wijaya kemudian mendirikan Kerajaan Majapahit. Dari catatan saudagar Cina, Kho Ku Fei pada tahun 1200, diketahui bahwa pada masa pemerintahan Jayabaya, Kediri telah memiliki mata uang emas dan aturan pajak yang teratur. Pada masa Jayabaya pula dihasilkan cerita Gatutkacasraya dan Hariwangsa yang ditulis oleh Mpu Panuluh dan Kitab Baratayudha yang ditulis oleh Mpu Sedah. Ku Fei juga mencatat bahwa pada masa ini telah dihasilkan sejumlah candi, antara lain Candi Panataran dan Candi Tuban. Pada masa Singosari, Ken Arok telah mengembangkan perekonomian rakyatnya. Kehidupan masyarakatnya aman dan sejahtera. Ken Arok membuat patung Ken Dedes dan beberapa candi.
4.       KerajaanMajapahit.
Tidak seperti kerajaan-kerajaan sebelumnya, sumber-sumber tentang keberadaan Majapahit banyak ditemukan, antara lain melalui prasasti, kitab-kitab, dan berita-berita Cina. Majapahit didirikan oleh Raden Wijaya, menantu Raja Kertanegara dari Singosari.Raden Wijaya dinobatkan menjadi raja pada tahun 1293.Raden Wijaya bergelar Kertarajasa Jaya Wardana (1293 1309 M). Beliau menikah dengan keempat puteri Kertanegara, yaitu: Dyah Dewi Tribuwaneswari (permaisuri), Dyah Dewi Narendraduhita, Dyah Dewi Prajnaparamita, Dyah Dewi Gayatri. Langkah Raden Wijaya mengawini putri Kertanegara diduga berlatar belakang politik, agar tidak terjadi perebutan kekuasaan dan seluruh warisan jatuh ke tangannya.
Raden Wijaya adalah raja yang bijaksana.Raden Wijaya kemudian digantikan oleh Jayanegara atau Kala Gemet pada tahun 1309, beliau merupakan raja yang lemah. Pada masa pemerintahan Jayanegara, terjadi serangkaian pemberontakan: Ranggalawe (1231), Lembu Sora (1311), Jurudemung (1313), Nambi (1316), dan Kuti (1319). Pemberontakan-pemberontakan tersebut dapat dipadamkan karena jasa Gajah Mada.Jayanegara akhirnya dibunuh oleh Tanca, tabib istananya, pada tahun 1328.Gajah Mada kemudian membunuh Tanca. Seharusnya Gayatri, putri bungsu Raden Wijaya, berhak menjadi raja. Tetapi karena Gayatri memilih bertapa, Tribuwanatunggadewi, putrinya diangkat menjadi raja ketiga bergelar Tribuwanatunggadewi Jayawisnuwardani.Pada masa ini, terjadi pemberontakan Sadeng dan Kesa, tapi semuanya dapat diatasi oleh Gajah Mada.Pada tahun 1350, Gayatri wafat.Tribuwanatunggadewi segera turun tahta dan digantikan oleh putranya, yaitu Hayam Wuruk (artinya ayam jantan muda) yang masih berusia 16 tahun.Hayam Wuruk merupakan raja yang membawa Majapahit mencapai puncak kejayaan.Dengan didampingi Mahapatih Gajah Mada, Hayam Wuruk menjadikan Majapahit sebagai kerajaan yang sangat besar.Wilayah kekuasaannya meliputi Jawa, Nusa Tenggara, Sumatra, Sulawesi, Kalimantan, Maluku, Malaka, dan Tumasik (Singapura) serta Papua Barat.

B.     Kerajaan Islam di Jawa
Perkembangan Islam di Pulau Jawa bersamaan waktunya dengan melemahnya kerajaan Majapahit. Hal itu memberi peluang kepada raja-raja Islam pesisir untuk membangun pusat-pusat kekuasaan yang independen, lepas dari kontrol Majapahit. Meskipun proses islamisasi di Jawa  sudah berlangsung cukup lama, namun eksistensi secara nyata baru dimulai sejak terbentuknya kekuasaan dengan berdirinya kerajaan Demak ini. Berikut ini diuraikan kerajaan-kerajaan Islam yang pernah berjaya di Jawa.
                                              1.     Kerajaan Islam Demak
Dibawah pimpinan Sunan Ampel Denta, Walisongo sepakat mengangkat Raden Patah menjadi raja pertama kerajaan Demak (1478-1518M). Yang merupakan kerajaan Islam pertama di Jawa.Raden patah memperoleh gelar Senopati Jimbun Ngabdurrahman Panembahan Palembang Sayidin Panatagama.Sebelumnya Demak yang bernama Bintoro merupakan daerah kekuasaan Majapahit yang diberikan oleh raja Majapahit untuk Raden Patah. Konon, beliau merupakan salah satu anak dari raja Majapahit yang dilahirkan oleh ibu muslim keturunan Campa. Daerah ini lambat laun menjadi pusat perkembangan agama Islam yang diselenggarakan oleh putra wali dan kerajaan Demakpun maju pesat di bawah pimpinan Raden Patah.
Raden Patah digantikan oleh putranya, Pati Unus atau Sabrang Lor yang ketika itu berumur 17 tahun.Pemerintahan ini tidak berlangsung lama,hanya berkisar 3 tahun karena Pati Unus terbunuh ketika memerangi Portugis untuk membela Kerajaan Malaka.
Pati Unus digantikan oleh Trenggono yang dilantik oleh Sunan Gunung Jati dan memperoleh gelar Sultan Ahmad Abdul Arifin.Kerajaan Demak pada masa ini memiliki prestasi yang sangat bagus karena berhasil melakukan perluasan wilayah Islam hingga sampai Kalimantan. Sejak 1529-1542 Kerajaan Demak mampu menaklukkan beberapa daerah antara lain,  Madiun, Blora, Surabaya, Pasuruan, Lamongan, Blitar, Kediri.[3]
Sepeninggal Trenggono (1546 M), Kerajaan Demak mengalami kemunduran karena terjadi perebutan kekuasaaan antara Sunan Prawoto dan Arya Panangsang. Perebutan kekuasaan ini berlanjut hingga konflik berdarah dengan terbunuhnya Sunan Prawoto oleh Arya Panangsang.
Usaha Arya Panangsang untuk menjadi raja di Demak dihalangi oleh Jaka Tingkir, menantu Trenggono.Jaka Tingkir berhasil membunuh Arya Panangsang dan menjadi raja di Kerajaan Demak.Ia memperoleh gelar Hadiwijaya. Setelah itu pusat kerajaan Demak dipindah ke Pajang.
                                              2.     Kerajaan Pajang
Kesultanan Pajang merupakan pelanjut dan dipandang sebagai pewaris kerajaan Islam Demak.Kesultanan yang terletak di daerah Kartasura sekarang adalah kerajaan Islam pertama yang terletak di pedalaman Pulau Jawa.Usia kesultana ini tidak panjang dan kebesarannya kemudian diambil alih oleh Kerajaan Mataram.
Raja pertama adalah Jaka Tingkir.Beliau berhasil melakukan perluasan daerah Islam hingga daerah Madiun, Blora, Kediri dan di aliran anak sungai Bengawan Solo yang terbesar. Ia juga berhasil mendapat pengakuan sebagai sultan Islam dan raja termasuk raja terpenting di Jawa Timur.
 Kesenian dan kesusastraan yang sudah berkembang di Demak juga ia kenalkan kepada masyarakat pedalaman Jawa. Inilah yang kemudian menimbulkan dua corak yang berbeda dalam peradaban Islam di Jawa, yaitu corak peradaban Islam pedalaman dan corak peradaban Islam pesisir.[4]
Sultan Pajang meninggal pada tahun 1587 dan digantikan oleh putra Prawoto, Arya Pangiri yang merupakan menantunya.Sedangkan Pangeran Benawa hanya dijadikan penguasa di Jipang.Pemuda ini tidak puas dengan nasibnya dan ingin merebut kekuasaan Pajang dari tangan Arya Pangiri dengan meminta bantuan Senopati, putra Ki Ageng Mataram. Usaha yang dilakukanya berhasil pada tahun 1588 dan sebagai tanda terima kasih ia memberikan hak atas warisan ayahnya, namun ditolak. Senopati meminta pusaka kerajaan Pajang untuk dipindah ke Mataram.Dengan demikian, sejak itu Pajang menjadi kerajaan boneka yang sepenuhnya berada dibawah kekuasaan Mataram.
Riwayat Kerajaan Pajang berakhir tahun 1618.Waktu itu kerajaan pajang memberontak terhadap Mataram ketika berada dibawah pimpinan Sultan Agung.Pajang dihancurkan, rajanya melarikan diri ke Giri dan Surabaya.
                                              3.     Mataram
Pada tahun 1577 M  Ki Gede Pamenahan menempati Mataram. Dia digantikan putranya Senopati yang diakui sebagai Sultan Mataram pertama. Peminpin-pemimpin mataram sepeninggal Senopati (1601 M)  antara lain:
a.         Seda Ing Krapyak
b.         Sultan Agung
c.         Amangkurat I (Putra Mahkota)
Pada masa Sultan Agung kontak-kontak senjata antara VOC dengan Mataram mulai terjadi.Sedangkan masa pemerintahan Amangkuarat I, tidak pernah terlepas dari konflik.Dengan lawan dari para ulama yang bertolak dari keprihatinan beragama.Tindakan pertama pemerintahannya adalah menumpas dengan membunuh kaum tersebut karena ulama dan santri dianggap membayakan tahtanya. Sekitar 5000-6000 ulama dibunuh beserta keluarganya(1647 M), dan kembali terjadi pada tahun 1677 M dan 1678 M. Pemberontakan-pemberontakan seperti ini yang menyebabkan runtuhnya Kraton Mataram.
                                              4.     Cirebon
Kesultanan Cirebon adalah kerajaan Islam pertama di Jawa Barat.Kerajaan ini didirikan oleh Sunan Gunung Jati.
Dahulu, Cirebonadalah daerah kecil yang berada dibawah kekuasaan Pakuan Pajajaran.Hanya ada seorang tokoh yang memajukan Islam di Cirebon bernama Walangsungsang yang masih ada hubungan darah dengan Sunan Gunung Jati.Namun yang berhasil meningkatkan status Cirebon menjadi sebuah kerajaan adalah Syarif Hidayatullah, pengganti dan keponakan Walangsungsang.[5]
Sunan Gunung Jati lahir tahun1488 M, dan wafat 1568 M dalam usia 120 tahun. Beliau berhasil meruntuhkan Kerajaan Pajajaran yang belum menganut Islam.Beliau menyebarkan agama Islam ke daerah-daerah di Jawa Barat termasuk Banten.
Sunan Gunung Jati digantikan oleh cicitnya yaitu Panembahan Ratu, yang wafat pada tahun 1650 M, dan beliau digantikan oleh Pangeran Girilaya.Sepeninggal beliau, Cirebon dipimpin oleh dua putranya yaitu Martawijaya dan Kartawijaya.
                                              5.     Banten
Kesultanan Banten berawal ketika Kesultanan Demak memperluas pengaruhnya ke daerah barat.Pada tahun 1524/1525, Sunan Gunung Jati bersama pasukan Demak merebut pelabuhan Banten dari Kerajaan Sunda, dan mendirikan Kesultanan Banten.
Untuk menyebarkan Islam di Jawa Barat, Sunan Gunung Jati disambut dengan tangan terbuka oleh masyarakat dan langkah beliau selanjutnya adalah menduduki kota pelabuhan yang sudah tua.
Setelah ia kembali ke Cirebon, kekuasaan atas Banten ia serahkan kepada anaknya, Hasanuddin. Ia meluaskan daerah Islam hingga Lampung dan sekitarnya.
Sultan Hasanuddin digantikan oleh Yusuf, putranya.Beliau meninggal dunia tahun 1580 M dan digantikan oleh Muhammad saudaranya yang masih muda belia.Sebelum memegang pemerintahan secara langsung, Sultan berturut-turut berada di bawah4 orang wali laki-laki dan seorang wanita.
Kerajaan Banten mencapai puncak kejayaannya pada masa pemerintahan Abu Fatah Abdulfatah atau lebih dikenal dengan nama Sultan Ageng Tirtayasa. Saat itu Pelabuhan Banten telah menjadi pelabuhan internasional sehingga perekonomian Banten maju pesat. Wilayah kekuasaannya meliputi sisa Kerajaan Sunda yang tidak direbut Kesultanan Mataram dan serta wilayah yang sekarang menjadi Provinsi Lampung.
Kesultanan Banten dihapuskan tahun 1813 oleh pemerintah Kolonial Inggris. Pada tahun itu, Sultan Muhammad Syafiuddin dilucuti dan dipaksa turun takhta oleh Thomas Stamford Raffles. Tragedi ini menjadi klimaks dari penghancuran Surasowan oleh Gubernur Jenderal Belanda, Herman William Daendels tahun 1808.




C.    Perkembangan Islam Indonesia di Era Modern
Sesungguhnya Islam memiliki daya tahan dan kekuatan yang amat mengagumkan bagi pemerhati sejarah agama-agama. Islam memiliki kekuatan dan kekayaan tradisi yang mata rantainya solid, terjaga sejak masa Rasulullah hingga hari ini. Namun di era modern ini dengan kondisi masyarakat yang semakin plural dan terjadinya arus globalisasi, menjadi pemicu tersendiri untuk berfikir kreatif dan inovatif untuk tetap melestarikan budaya khususnya budaya Islam.
Dalam proses perubahan kebudayaan ada unsur-unsur kebuyaan yag mudah berubah dan yang sukar berubah. Dua bagian ini meliputi bagian inti (convert culture) dan perwujudan kebudayaan (overt culture). Bagian inti sulit berubah, seperti keyakinan agama, adat istiadat, maupun sistem budaya. Sementara itu, wujud kebudayaan yang merupakan bagian luar atau fisik dari kebudayaan ini sifatnya mudah berubah seperti alat-alat dan benda-benda hasil kebudayaan.[6]
Dengan menggunakan kerangka berpikir diatas, maka nilai-nilai budaya Islam akan sulit berubah di era sekarang karena terkait dengan keyakinan agama dan adat istiadat. Dalam konteks terjadinya perubahan ke arah modernisasi yang berciri rasionalitas, materialistis, dan egaliter maka nilai budaya Islam dihadapkan pada tantangan budaya global.
Kehidupan spiritual di era modern ini secara umum mengalami peningkatan. Hal ini disebabkan karena sebagian besar orang mulai merasakan pengaruh negatif dari budaya modern yang hanya menonjolkan logika dan materi, tetapi kering dari nilai spiritual.
Kehidupan spiritual dibutuhkan pula oleh manusia modern disaat terjadi persaingan ketat yang menuntut profesionalisme dan kualitas tinggi di berbagai bidang. Hal seperti ini sering membuat orang stress, sehingga mereka berusaha mencari ketenangan batin dengan kembali pada tradisi spiritual.
Dilihat dari kebutuhan masyarakat modern terhadap nilai optimal, maka perubahan nilai-nilai Islam di era modern tampaknya lebih banyak terjadi pada budaya fisik. Pada realitasnya, perubahan itu terjadi diantaranya pada nilai-nilai seni, ilmu pengetahuan, teknologi dan gaya hidup, telah mengalami perubahan sesuai perkembangan masyarakat modern.     



IV.             KESIMPULAN
Dari uraian diatas dapat simpulkan bahwa, kerajaan Islam di Indonesia tidaklah sedikit.Dapat diketahui pula bahwasanya, hubungan antara satu kerajaan dengan kerajaanlainnya, baik kerajaan Hindu-Budha ataupun kerajaan Islam, tidak hanya karena persamaan agama, namun dapat dijumpai pula sisi-sisi politik dalam kerajaan-kerajaan tersebut. Sisi politiknya yaitu mereka berupaya memperkuat diri dengan melakukan ekspansi dalam menghadapi pihak-pihak lain.
Kerajaan-kerajaan di Indonesia tetaplah menjadi suatu sebabberubahnya peradaban dan kebudayaan yang ada di Indonesia. Meski sekarang kondisi masyarakat yang semakin plural dan terjadi arus globalisasi di Indonesia, sebagian masyarakat Indonesia khususnya Jawa masih mempertahankan budayanya, dengan akulturasi dan asimilasi.

V.                PENUTUP
Demikian makalah ini penulis susun, semoga dapat memberi manfaat bagi pembaca. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, maka dari itu penulis mengharap kritik dan saran yang bersifat membangun demi perbaikan makalah yang akan datang.






DAFTAR PUSTAKA

Mas’ud,  Abdurrahaman, Syukur, Amin, dkk. 2000. Islam dan Kebudayaan Jawa. Gama Media: Yogyakarta
Hidayat, Komaruddin. 2012. Agama Punya Seribu Nyawa. Noura Books: Jakarta
Khalil, Ahmad. 2008. Islam Jawa Sufisme dalam Etika dan Tradisi Jawa. UIN-MALANG PRESS: Malang
Syam, Nur. 2005. Islam Pesisir. PT LKiS Printing Cemerlang: Yogyakarta
Warman, Asvi Adam. 2009. Runtuhnya Kerajaan Hindu-Jawa dan Timbulnya Negara-Negara Islam di Nusantara. PT. LKiS Printing Cemerlang: Yogyakarta





BIODATA PEMAKALAH
A.    Nama               : Nurul Hikmah Sofyan
NIM                : 123111128
Jurusan/Prodi  : PAI-2D
TTL                 : Kaesabu Baru, 26 Juli 1994
Pendidikan      : MI Ma’arif Tempursari, Ngawi
                          MTs N 1 Sragen
                          MAPK MAN 1 Surakarta
                          IAIN Walisongo Semarang
Alamat                        : Jln. Rajawali, Banjar Asri, RT.04/RW.10, Nglorog, Sragen
No.telp                        : 085713380138
Email               : heeqmachfunky@yahoo.com
           
B.     Nama               : Siti Eli Arifah
NIM                : 123111143
Jurusan/Prodi  : PAI 2D
TTL                 : Kendal, 25 Oktober 1992
Pendidikan      : MI Lanji Patebon Kendal
                          MTs NU 06 Sunan Abinawa Pegandon Kendal
                          MA Matholi’ul Falah Kajen Pati
                          IAIN Walisongo Semarang
Alamat                        : Lanji, RT.02/RW.01, Patebon, Kendal
No.telp                        : 085642889607
Email               : el.alsyi@gmail.com

C.     Nama               : Ulfatul Qoyimah
NIM                : 123111154
Jurusan/Prodi  : PAI 2D
TTL                 : Semarang, 23 Juli 1994
Pendidikan      : SDN Mangkang Wetan 1
                          SMP 28 Semarang
                          MAN 1 Semarang
                          IAIN Walisongo Semarang
Alamat            :Jln. Laut Utara Mangkang Wetan RT.07/RW.07, Tugu, Semarang
No.telp                        : 083867299164
Email               :ulfa.dedek@gmail.com


[1]Komaruddin Hidayat, Agama Punya Seribu Nyawa,Jakarta: Noura Book, 2012, hlm. 175
[2]Nur Syam, Islam Pesisir, Yogyakarta: LkiS, 2005, hlm.71
[3]Ahmad Khalil, Islam Jawa, Malang: UIN-MALANG PRESS, 2008, Hlm.62
[4]Ahmad Khalil, Islam Jawa, Malang: UIN-MALANG PRESS, 2008, Hlm.65
[5] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta, Grafindo Persada: 1997), hlm.216
[6]Abdul Jamil dkk, Islam dan Kebudayaan Jawa, Yogyakarta: Gama Media, 2000, hlm. 285-286