I.
PENDAHULUAN
Islam adalah
nama bagi agama yang dibawa atau disampaikan oleh Nabi Muhammad SAW. Di
dalamnya, wahyu yang terkodifikasikan dalam apa yang dikenal dengan mushaf,
yang secara umum disebut dengan al-Qur’an. Al-Qur’an menjadi sumber utama agama
ini, sedangkan praktek Nabi Muhammad berupa perkataan, perbuatan maupun
penetapan merupakan sumber kedua yang disebut dengan sunnah Rasul.
Jika dalam
makalah sebelumnya membahas mengenai sejarah agama Islam. Makalah kali ini akan
membahas tentang teologi Islam yang meliputi teologi, syariat dan etika.
II.
RUMUSAN MASALAH
A.
Apa yang dimaksud dengan teologi dalam agama Islam!
B.
Bagaimana
syariat dalam agama Islam?
C.
Apa
yang dimaksud dengan etika dalam Islam?
III.
PEMBAHASAN
A.
Teologi dalam agama Islam
Teologi dari segi etimologi berasal dari
bahsa yunani yaitu theologia. Yang terdiri dari kata theos yang
berarti tuhan atau dewa, dan logos yang artinya ilmu. Sehingga teologi adalah
pengetahuan ketuhanan . menurut William L. Resse, Teologi berasal dari bahasa
Inggris yaitu theology yang artinya discourse or reason concerning
god (diskursus atau pemikiran tentang tuhan) dengan kata-kata ini Reese
lebih jauh mengatakan, “teologi merupakan disiplin ilmu yang berbicara tentang
kebenaran wahyu serta independensi filsafat dan ilmu pengetahuan. Gove
mengatkan bahwa teologi merupakan penjelasan tentang keimanan, perbuatan, dan
pengalaman agama secara rasional.[1]
Islam memelihara dunia tempat tinggal sementara
manusia sebagai faktor yang mungkin dalam skema penciptaan Tuhan dan sebuah
tempat penting dalam evolusi kehidupan jiwa. Konsekuensinya, pencarian
penguatan spiritual manusia bukanlah untuk melepaskan dunia materi, tetapi
sebagi usaha aktif terhadap Tuhan dengan sebuah pandangan untuk menemukan basis
kehidupan nyata yang teratur.
Kehidupan ideal bukanlah yang membuang
jauh-jauh keinginan dunia dan menghindari alam kebendaan serta membunuh hasrat
diri yang sungguh menyakitkan. Sebaliknya, segala hasrat yang ada dalam diri
dan alam kebendaan adalah sarana yang harus dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya,
harus diarahkan untuk ketinggian spiritual manusia karena dorongan jiwa itu
tidak dapat dibuang melainkan diarahkan. Oleh sebab itu, islam tidak memandang
rendah aktivitas dan eksistensi duniawi selama masih sesuai dengan keyakinan
yang dipegang seorang muslim.[2]
Terdapat tiga komponen dasar agama Islam, yakni Iman,
Islam dan Ihsan. Ketiga komponen tersebut tidak berdiri sendiri-sendiri.
Keimanan mendasari perbuatan dan perbuatan tidak hanya dilakukan sesuai dengan
aturan-aturan lahiriyah, melainkan berangkat dari rasa tanggungjawab sebagai
pemegang mandat dari Tuhan.
Pemahaman iman atau akidah terklarifikasikan
menjadi enam yaitu:
1.
Makrifat kepada Allah SWT, kepada nama-nama-Nya
yang baik dan sifat-sifat-Nya yang luhur, kepada dalil-dalil tentang eksistensi
Allah dan realitas keagungan-Nya di alam semesta.
2.
Makrifat kepada alam di balik alam yang riil
ini atau alam yang tidak terlihat oleh mata dan hal-hal yang terkandung di
dalamnya seperti kekuatan baik yang menyerupai malaikat dan kekuatan jahat yang
menyerupai iblis dan para tentaranya. Demikian juga makrifat kepada hal-hal
yang terkandung di alam semesta seperti jin dan roh.
3.
Makrifat kepada kitab-kitab Allah yang
diturunkan untuk membatasi dan menjembatani tanda-tanda kebenaran dan
kebatilan, baik dan jahat, halal dan haram, bagus dan buruk.
4.
Makrifat kepada Nabi dan para utusan Allah yang
terpilih agar mereka menjadi oanji petunjuk dan menjadi pimpinan menuju
kebenaran.
5.
Makrifat kepada hari akhir dan hal-hal yang
terkandung di dalamnya seperti hari kebangkitan dan hari pembalasan, pahala dan
siksaan, neraka dan surga.
6.
Makrifat kepada qadla (kepastian Allah) yang
berlaku pada tatanan alam semesta tentang ciptaan dan pengaturan.[3]
B.
Syariat dalam Agama Islam
Syari’at (شريعة)
dari bahasa Arab yang berarti: jalan ke sumber air atau jalan yang harus
diikuti, yakni jalan ke arah sumber pokok bagi kehidupan. Dalam pemakaiannya
yang bersifat religious, kata syariah mempunyai arti jalan kehidupan yang baik,
yaitu nilai-nilai agama yang diungkapkan secara fungsional dan dalam makna yang
konkrit, yang ditujukan untuk mengarahkan kehidupan manusia. Syari’at disamakan
dengan jalan air, mengingat bahwa barang siapa yang mengikuti syariah, ia akan
mengalir dan bersih jiwanya. Allah menjadikan air sebagai penyebab kehidupan
tumbuh-tumbuhan dan hewan sebagaimana menjadikan syariah sebagai penyebab
kehidupan jiwa manusia.[4]
Syariat dalam Islam tergambarkan melalui rukun Islam yang terdiri
dari lima hal, yaitu:
1)
Membaca
dua kalimah syahadat. Syahadat tauhid menyatakan peniadaan sembahan,
ketergantungan dan pengabdian manusia selain kepada Allah. Implikasi syahadat
secara individual adalah kejujuran kepada diri sendiri. Implikasi sosialnya
adalah dengan persaksian tersebut seseorang telah masuk komunitas Muslim.
Tentunya sebagai seorang Muslim memiliki hak-hak dan kewajiban yang harus
ditunaikan sesuai dengan ajaran Islam.
2)
Mendirikan
sholat. Shalat dilakukan setiap hari lima kali sehingga kalau tidak dilakukan
dengan kesungguhan hati dan pembiasaan yang panjang akan sulit dilakukan.
Mendirikan mengandung pengertian melaksanakan dengan kesungguhan dan dapat
mengatasi berbagai kesulitan. Sebagaimana keterangan dalam al-Qur’an sendiri
dikatakan bahwa shalat itu berat kecuali bagi orang-orang yang khusyuk, yakni
orang-orang yang yakin bertemu dengan Allah dan akan kembali kepada-Nya.
3)
Berpuasa
sepanjang bulan Ramadhan. Berpuasa hakikatnya adalah menahan diri tidak hanya
dari makan dan minum semata, tetapi mencakup juga menahan diri dari segala
aktivitas mental dan fisik yang tidak terpuji.
4)
Membayar
zakat. Wajib dilakukan oleh orang yang mampu di mana macam pembayarannya ada
dua jenis yaitu, zakat fithrah dan zakat mal.
5)
Menunaikan
haji. Kewajiban sekali dalam seumur hidup bagi orang yang mampu secara lahir dan
bathin. Namun jika melihat fenomena sekarang, banyak orang berkali-kali
menunaikan haji. Kritik yang muncul atas tindakan tersebut adalah semestinya
biaya yang dipakai untuk haji digunakan untuk kebajikan yang lain yang lebih
bermanfaat bagi orang lain. Dan juga memberikan kesempatan bagi orang yang
mampu dan belum haji sebelumnya untuk berhaji.[5]
C.
Etika Islam
Etika merupakan kata lain dari
bahasa Arab, Khulq jamaknya Akhlaq, dalam bahasa Indonesia
dikenal dengan akhlak. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, etika adalah ilmu
tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral
(akhlak). Jika sebagai ilmu, maka etika merupakan ilmu yang menyelidiki segala
perbuatan manusia kemudian menetapkan hukum baik dan buruk.
Dalam konteks perbuatan manusia,
semakin “bebas” perbuatan manusia maka semakin tinggi pertanggungjawabannya
kepada orang lain termasuk kepada Tuhan. Sementara semakin “terpaksa”, maka
semakin ringan tingkat pertanggungjawabannya atas perbuatan yang dilakukannya.
Berdasarkan petunjuk al-Qur’an dan
Hadits Nabi maka etika/akhlak merupakan bukti pengangkatan Nabi Muhammad SAW,
di mana Nabi mempunyai akhlak terpuji, terpilih sebagaimana firman Allah dalam
al-Qur’an.
Dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.(QS.
Al-Qalam:4)
Hadits Nabi yang diriwayatkan oleh
Imam Achmad dan Imam Malik “Sesungguhnya Aku (Muhammad) diutus untuk
menyempurnakan akhlak yang mulia”.
Mengingat etika Islam berdasarkan
pada al-Qur’an dan Hadits, maka dari sana pula seseorang dinilai baik dan buruk
perbuatannya, apakah sesuai atau tidak dengan dua sumber etika tersebut.
Berikut adalah prinsip-prinsip Etika Islam.
Ø Etika terhadap Allah
Etika ini dimulai dengan kesadaran yang terpatri tentang tauhid
(pengesaan Allah) sebagai sesuatu yang mutlak, tidak ada yang menyamai,
menandingi dalam segala sifat yang dimilikinya. Pengesaan Allah diawali dengan
pengakuan yang tertera dalam dua kalimah syahadat.
Allah Maha Kuasa atas segala yang ada. Manusia tidak berhak angkuh
apalagi sombong karena manusia adalah makhluk yang terbatas, faqir dan lemah
dihadapan Tuhan.
Hai
manusia, kamulah yang berkehendak kepada Allah; dan Allah Dialah yang Maha Kaya
(tidak memerlukan sesuatu) lagi Maha Terpuji. (QS.
Al-Fathir:15)
Etika
kepada Allah ini bisa dilakukan dengan berbuat baik serta meninggalkan
larangan-Nya dengan selalu memohon akan limpahan taufiq, rahmat serta
hidayah-Nya.
Ø Etika terhadap Rasul
Rasul dalam Islam merupakan bagian dari rukun iman sehingga harus
diyakini dan dipatuhi apa yang menjadi tuntunannya. Rasul adalah orang-orang
terpilih dan terpuji karena segala perbuatannya dikontrol langsung oleh Allah,
sehingga Nabi Muhammad misalnya, dikatakan sebagai “kitab suci berjalan”.
Sebagai pembawa ajaran Allah Rasulullah harus dipercayai sebagai penyambung
al-Qur’an yang diturunkan kepadanya dan diperuntukkan untuk umatnya, sebab
kebenarannya selalu dijaga oleh Allah SWT. Oleh karena itu etika Islam
mengajarkan menaati Rasulullah Muhammad SAW, karena apa yang menjadi perkataan,
kebiasaan dan perbuatannya merupakan bagian tak terpisahkan dari ajaran Islam.
Kaitannya dengan perbuatan manusia, maka rasul diutus ke bumi untuk
menyempurnakan akhlak manusia. Manusia yang ingin akhlaknya sempurna harus
mengikuti apa yang diajarkan Rasulullah
karena beliau memiliki ketinggian akhlak. Beliau senantiasa berbuat atau
bertindak dengan benar sesuai dengan petunjuk Allah. Mereka para rasul memiliki
pribadi luhur (shidiq, amanah, fathanah dan tabligh). Ketaatan kepada
rasul tidak berarti harus menyembah rasul, melainkan mencontoh perbuatan, perkataannya
akan tidak tergelincir ke jalan yang sesat. Sebagaimana tertuang dalam
firman-Nya
Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul
(Nya), dan ulil amri di antara kamu. (QS. An-Nisa’:
59)
Ø Etika sesama Manusia
Kehadiran manusia ke dunia menurut
al-Qur’an bukan hanya kebetulan, tetapi manusia hadir dengan segala
tanggungjawab yang dipikulnya. Manusia hadir sebagai khalifatullah fil ardh (wakil
Allah di bumi), karena itu manusia hadir dengan segala eksistensi yang
menyertainya. Eksisitensi inilah yang biasanya berupa kegiatan-kegiatan yang
akan menentukan kualitas hidupnya. Banyak ayat yang menyatakan tentang hal
tersebut, diantaranya terdapat dalam QS. At-Taubah ayat 105 yang menerangkan bahwa
apa yang dikerjakan manusia adalah yang menentukan eksistensinya.
Karena manusia dilihat dari
perbuatannya, maka etika Islam memberikan perhatian mendalam atas perbuatan
manusia terhadap sesamanya. Banyak dijumpai dalam Al-Qur’an, bukan hanya
larangan-larangan yang bersifat tegas dan fisik seperti larangan membunuh,
menyakiti badan, mengambil hak orang lain (mencuri), melainkan juga larangan
yang bersifat nonfisik seperti menyakiti hati orang lain, mengumpat, mencela,
memfitnah dan lain sebagainya.
Al-Qur’an menganjurkan untuk
senantiasamenjaga keselamatan sesame manusia, tidak saling bertengkar, bertikai
apalagi membunuh. Antar sesama manusia harus saling mengasihi, menghargai dan
menjaga tali persaudaraan. Etika terhadap sesama manusia merupakan bagian
penting yang harus dikerjakan untuk dapat menilai kualitas kemanusiaan yang
telah Allah berikan kepada tiap-tiap manusia itu sendiri.
Ø Etika terhadap Lingkungan
Lingkungan di sini adalah segala
sesuatu yang berada di sekitar manusia, baik itu binatang, tumbuh-tumbuhan,
maupun benda-benda tak bernyawa. Sebagai khalifah, manusia harus mampu
menghormati dan menghargai seluruh prose salami yang berjalan di muka bumi.
Binatang, tumbuh-tumbuhan, dan benda-benda tak bernyawa semuanya diciptakan
Allah dan menjadi milik-Nya.
Alam dan seisinya adalah milik
Allah, manusia diberi amanat untuk menjaganya. Maka manusia tidak berhak
menguasai alam sekitar tapi mengelolanya, sehingga bermanfaat sesuai dengantugas
kekhalifahannya. Dengan kemampuan akal dan pikiran yang telah dikaruniakan
digunakan untuk mengabdi kepada Allah, manusia harus bersahabat, memahami, dan
mengerti keadaan alam sekitarnya. Melestarikan yang ada sesuai dengan perintah
Allah bukan memporak-porandakan, membumihanguskan karena nafsu semata.[6]
IV.
KESIMPULAN
Agama Islam adalah agama terakhir
yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW sebagai rahmat seluruh umat di dunia tanpa
terkecuali. Agama Islam agama yang damai, bertuhankan Allah Yang Maha Esa. Teologi
Islam adalah ilmu yang membahas aspek ketuhanan dan segala sesuatu yang berkait
dengan-Nya.
Syariat Islam adalah jalan menuju
Allah melalui nilai-nilai agama yang
diungkapkan secara fungsional dan dalam makna yang konkrit, yang ditujukan
untuk mengarahkan kehidupan manusia. Implementasinya dengan beribadah kepada
Allah sebagaimana yang tertuang dalam rukun Islam yang lima.
Etika Islam atau dikenal
dengan akhlaq, merupakan ilmu yang mengajarkan tentang baik dan buruk sesuai
pandangan Islam. Seorang muslim dinilai baik atau buruknya dari etika,
perbuatannya. Dalam etika Islam diatur bagaimana berhubungan, berakhlaq kepada
Allah, beretika kepada Rasul, beretika kepada sesama manusia serta beretika
terhadap lingkungan.
V.
PENUTUP
Demikian
makalah ini penulis susun. Penulis berharap kepada pembaca untuk memberikan
kritik dan saran yang membangun kepada penulis demi perbaikan makalah
selanjutnya. Semoga pembahasan dalam makalah ini memberi manfaat lebih bagi
penulis dan pembaca pada umumnya.
[1] Abdur Razak
dan Rosihan Anwar, Ilmu kalam, (Bandung: Pustaka Setia,
2006), Cet II, hlm. 14
[2]Muhammad Fazlur
Rahman Ansari, Islam dan Kristen dalam Dunia Modern, (Jakarta: Amzah,
2008), hlm. 152-153
[3] Sayid Sabiq, Akidah
Islam, (Surabaya: Al-Ikhlas), hlm. 32 .
[5]Dr.H. Moch.
Qawim Mathar, M.A, Sejarah, Teologi dan Etika Agama-agama, (Yogyakarta: Interfidie,
2005), hlm. 159-163.
[6]Dr.H. Moch.
Qawim Mathar, Sejarah, Teologi dan Etika Agama-agama, (Yogyakarta: Interfidie,
2005), hlm. 267-278.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar